Monday, December 11, 2023

Penarikan Kendaraan bermotor melalui pengadilan

 


Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986).

Penarikan Paksa Kendaraan Bermotor oleh Debt Collector, Bagaimana Aturannya ?

Dengan adanya media sosial yang semakin luas di masyarakat, kejadian penarikan kendaraan bermotor berupa mobil atau motor yang dilakukan secara paksa oleh debt collector dapat dengan mudah ditemui atau dilihat oleh masyarakat. Hal ini tentunya membuat resah bagi masyarakat yang melakukan pembelian motor atau mobil melalui kredit. Pertanyaannya adalah, bagaimana aturan terkait dengan penarikan motor atau mobil yang menunggak pembayaran cicilannya?

Prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Selanjutnya dalam Pasal 15 disebutkan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 khususnya Pasal 15, terdapat perbedaan penafsiran terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah. Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor harus lewat pengadilan, namun sebagian menganggap bahwa berdasarkan   wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector.

Pada tahun 2019 keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan harapan terjadi keseragaman pemahaman terkait  eksekusi jaminan fidusia pada umumnya dan khususnya penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah, dengan amar putusan sebagai berikut:

Mengadili:

1.   Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

2.  Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;

3.  Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.

4.  Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

6.   Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, ternyata praktik penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terjadi perbedaan penafsiran dalam proses eksekusinya, sebagian berpendapat bahwa semakin jelas eksekusi atau penarikan wajib melalui pengadilan, sementara sebagian yang lain menganggap bahwa eksekusi atau penarikan boleh dilakukan langsung oleh pihak kreditur ataupun melalui debt collector sepanjang telah ada kesepakatan terkait cidera janji dan kesepakatan penyerahan jaminan fidusia atau kendaraannya.

Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terdapat perbedaan pendapat terkait teknis pelaksanaannya walaupun telah ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Namun ada hal-hal yang telah disepakti bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan :

1.  Adanya sertifikat fidusia

2.  Surat kuasa atau surat tugas penarikan

3.  Kartu sertifikat profesi

4.  Kartu Identitas

Bahasa Indonesia lahir di tanggal 28 Oktober

 


Sebagai masyarakat Indonesia tentu kita berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi nasional. Namun, perlu diketahui bahwa sebelum resmi menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia mengalami banyak perkembangan. 

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928, bertepatan dengan diadakannya pertemuan pemuda Indonesia yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Pada Sumpah Pemuda tersebut, terdapat butir ketiga yang menyebutkan bahwa para pemuda akan mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Berawal dari peristiwa tersebut, pada 18 Agustus 1945 melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa negara.

Sejarah Bahasa Indonesia

Sejarah mencatat, bahasa Indonesia sebelumnya berasal dari bahasa Melayu yang menjadi lingua franca atau bahasa perhubungan di Nusantara. Bahasa Melayu dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.

Saat itu, bahasa Melayu digunakan juga sebagai bahasa perdagangan oleh para pedagang dari luar Nusantara.

Bukti penggunaan bahasa Melayu juga dapat dijumpai pada beberapa prasasti, seperti prasasti Talang Tuo di Palembang dan prasasti Karang Brahi di Jambi.

Sejarah perkembangan bahasa Indonesia juga dapat disorot pada sejarah zaman Sriwijaya yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pembelajaran budaya hingga penyebaran agama.

Dijelaskan dalam situs Direktorat SMP Kemdikbud, bahasa Melayu ini menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam.

Kemudian bahasa Melayu diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, pedagang, dan kerajaan.

Pada era perjuangan kemerdekaan, bahasa Melayu kemudian dapat diketahui dalam persiapan Kongres Pemuda tahun 1926, di mana para pemuda mempermasalahkan tentang sebutan bahasa persatuan Indonesia.

Semenjak itu kemudian M. Tabrani mengusulkan bahasa Melayu diganti dengan istilah bahasa Indonesia dan disetujui bersama pada 2 Mei 1926.

Fungsi Kedudukan Bahasa Indonesia

Dilansir dari Balai Bahasa Papua, bahasa Indonesia sebagai media berkomunikasi masyarakat memiliki beberapa fungsi berikut:

1. Menjadi lambang kebanggaan bangsa, sebab bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia

2. Bahasa Indonesia menjadi lambang identitas nasional atau jati diri dari penduduk negara Indonesia

3. Menjadi alat perhubungan antar warga, daerah, dan budaya. Melalui bahasa Indonesia makan dapat menghindarkan masalah kesalahpahaman masyarakat majemuk

4. Bahasa Indonesia mempersatukan setiap suku di Indonesia yang memiliki budaya yang berbeda satu sama lain. Sehingga bahasa Indonesia ini memiliki sifat sebagai pemersatu bangsa.

Perkembangan Bahasa Indonesia

Berkaitan dengan sejarahnya, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan dan masuk dalam tiga kategori, antara lain:

1. Bahasa Pemersatu

Bahasa Indonesia diikrarkan para pemuda pada tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam hal ini telah menjadi bahasa pemersatu yang diterima oleh masyarakat Indonesia.

2. Bahasa Resmi

Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi digunakan sejak ditetapkan pasal 36 UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Hal ini ditandai dengan pembacaan teks proklamasi yang menjadi fase awal bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara.

3. Bahasa Internasional

Bahasa Indonesia lanjut berkembang sebagai bahasa internasional. Hal ini dicanangkan pada Kongres Internasional IX Bahasa Indonesia yang diadakan di Jakarta pada 28 Oktober sampai 1 November 2018.

Hal ini juga didukung pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.


Sejarah Hari Batik Nasional



Indonesia, dengan kekayaan budayanya yang beragam, terkenal di seluruh dunia karena berbagai macam produk budayanya. Salah satunya batik, sebuah warisan budaya yang sangat berharga. Setiap tahun, Indonesia merayakan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober sebagai bentuk penghargaan dan kebanggaan terhadap warisan budaya ini.

Sejarah Hari Batik Nasional dimulai dari pengakuan batik sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO pada tahun 2009. Pengakuan ini terjadi dalam sidang ke-4 Komite Antar Pemerintah tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi pada tanggal 2 Oktober 2009. Pada saat itu, batik diakui bersama dengan beberapa unsur budaya lainnya, seperti wayang, keris, noken, dan tari Saman, sebagai Bagian dari Warisan Budaya Takbenda Manusia atau Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.

Awalnya, batik diperkenalkan kepada dunia internasional oleh Presiden Soeharto saat mengikuti konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Batik Indonesia kemudian didaftarkan untuk mendapatkan status Intangible Cultural Heritage (ICH) melalui UNESCO pada tanggal 4 September 2008 di Jakarta. Pada 9 Januari 2009, pengajuan batik untuk Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi UNESCO diterima secara resmi, dan batik dikukuhkan sebagai bagian dari Warisan Budaya Tak Benda dalam sidang keempat Komite Antar-Pemerintah yang diselenggarakan oleh UNESCO di Abu Dhabi pada tanggal 2 Oktober 2009.

Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kemudian menjadikan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2009 yang dikeluarkan pada tanggal 17 November 2009. Melalui Keputusan Presiden ini, Kementerian Dalam Negeri kemudian menerbitkan Surat Edaran yang mengimbau seluruh pegawai pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mengenakan batik setiap Hari Batik Nasional.

Sejarah batik di Indonesia terkait dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Jawa. Batik mulai dikembangkan pada masa kerajaan Mataram, kemudian berlanjut di masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Batik awalnya hanya digunakan dalam keraton untuk pakaian para raja dan keluarganya, tetapi kemudian mulai diproduksi oleh masyarakat umum dan menjadi populer sebagai pakaian. Batik tradisional menggunakan bahan pewarna alami, seperti tumbuhan seperti pohon mengkudu, soga, soda abu, dan tanah lumpur.

Pembuatan batik memiliki berbagai jenis teknik, seperti batik tulis, batik cap, dan batik printing. Selain itu, terdapat beragam motif batik dengan makna filosofis yang berbeda. Batik telah berkembang pesat dan diproduksi oleh berbagai daerah di Indonesia, masing-masing dengan ciri khasnya sendiri. Selain itu, batik juga telah meraih pengakuan internasional dan menjadi bagian dari dunia mode global dengan berpartisipasi dalam berbagai pagelaran fashion show di berbagai kota internasional seperti New York dan Milan.

Hari Batik Nasional bukan hanya sekadar peringatan, tetapi juga menjadi cara untuk menjaga identitas bangsa Indonesia dan memperkuat persatuan. Memakai batik adalah simbol persatuan yang melampaui perbedaan sosial, baik kaya maupun miskin. Melalui peringatan ini, warisan budaya batik semakin diakui secara global, dan masyarakat Indonesia diharapkan untuk lebih percaya diri dalam memakai batik sebagai bagian dari upaya melestarikan warisan budaya Indonesia. Selain itu, Hari Batik Nasional juga memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui industri batik.


Sunday, December 10, 2023

Cara hidup agar bahagia


Berikut 13 cara hidup bahagia agar kamu tidak mudah stres dan belajar mencintai diri sendiri:

1. Berhenti Membandingkan Diri Kamu Dengan Orang Lain

Membandingkan diri dengan orang lain merupakan hal yang lumrah dilakukan dalam kehidupan sosial, tapi untuk saat ini kamu harus mulai berhenti melakukan hal tersebut dan fokus dengan hidup kamu. Pergeseran energi tersebut dapat membuat kamu lebih bebas dengan sendirinya.

2. Hiraukan Semua Komentar Dari Orang Lain

Tidak dapat dipungkiri opini atau komentar yang keluar dari orang lain, sesama teman atau hanya orang iseng dapat membuat kamu kepikiran dan akhirnya mencoba berprilaku seperti yang mereka ekspektasikan ke kamu. Cara hidup bahagia adalah dengan mulai menyaring komentar orang lain ke diri sendiri. Langkah ini bisa membuat kamu lebih bahagia karena pada dasarnya kita tidak bisa membuat semua orang senang. Lakukan yang terbaik untuk dirimu.

3. Terima Kekurangan dan Memaafkan Diri Sendiri

Pada dasarnya semua orang tidak ada yang sempurna dan semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi jangan sampai kesalahan membuat kamu jatuh terlalu dalam, jadikanlah kesalahan sebagai pelajaran. Sehingga kamu pun akan bertumbuh karena tidak ada yang tahu hidup ke depannya akan seperti apa.


4. Ingat! Nilai Diri Bukan Hanya Diukur Dari Bentuk Tubuh

Cara terbaik membahagiakan diri sendiri adalah dengan tidak melihat atau menilai dirimu sendiri dari bentuk tubuhmu. Hal ini sangat mendasar karena begitu banyak pandangan yang mengukur nilai seseorang dari fisik ataupun yang terlihat. Mulai saat ini kenakan apapun yang membuat kalian merasa nyaman, percaya diri dan bahagia.

5. Jangan Ragu Keluar Dari Orang-Orang Toxic

Tidak semua orang mempunyai energi yang baik untuk kita. Jika seseorang sudah membuat dirimu tidak lebih baik, jangan ragu dan takut untuk keluar dari lingkungan tersebut.
Ingat, jaga energi dan pikiran kamu agar tidak terjebak dari situasi yang bisa membuat depresi. Lakukan ini agar hidupmu bahagia setiap hari.

6. Proses Rasa Takut

Setelah berbuat salah rasa takut, cemas dan khawatir akan selalu ada. Proses lah perasaan itu dengan menerimanya dan jangan tolak hal tersebut. Setiap manusia pasti merasakan hal itu, setelahnya coba kamu berbicara dengan diri sendiri dan mengevaluasinya agar bisa menjadi lebih baik. Cara hidup bahagia adalah dengan terbuka pada diri sendiri sehingga dapat membantu kamu menjadi lebih baik.

7. Percayalah Pada Diri Sendiri untuk Mengambil Keputusan Bagi Diri Sendiri

Terkadang, kita terlalu sering ragu pada diri sendiri dalam kemampuan mengambil keputusan. Sebenarnya perasaan dan otak kita dapat mengambil keputusan terbaik untuk diri sendiri lho karena kita lebih mengenal diri sendiri dibandingkan orang lain.

8. Ambil Setiap Kesempatan yang Ada Dalam Hidup Atau Ciptakan Sendiri

Waktu dalam kehidupan tidak akan pernah sempurna. Beberapa pengaturannya mungkin tidak ideal tetapi jangan jadikan hal tersebut sebuah penghalang untuk mewujudkan dan menggapai impian kalian. Sebaliknya raih momen itu karena mungkin tidak akan pernah kembali.

9. Jadikan Diri Sendiri Sebagai Prioritas

Wanita bisa terbiasa mengutamakan orang lain terlebih dahulu dibandingkan dirinya. Agar hidup kamu lebih tenang, jangan jadikan hal tersebut menjadi kebiasaan karena terkadang dapat membuatmu kecewa. Jadi temukan waktu untuk dekompresi diri sendiri.

10. Nikmati Perasaan Baik Sedih Maupun Senang

Biarkan hati kamu merasakan sedih ataupun senang dengan sepenuhnya. Bersandar pada kesakitan, bersenang-senanglah dan jangan batasi perasaan kamu. Seperti halnya ketakutan, rasa sakit dan kegembiraan adalah emosi yang akan membantu memahami diri sendiri. Cara ini bisa membuatmu hidup bahagia.

11. Latihan Berani Tampil di Depan Umum

Biasakan berbicara pada diri sendiri dan sempatkan diri untuk bergabung dengan orang banyak lalu sampaikan pendapat kamu. Karena pada dasarnya semua pendapat itu sama berharganya.

12. Mensyukuri Hal-Hal yang Sederhana

Cara sederhana hidup bahagia adalah dengan mencoba memperhatikan setidaknya satu hal kecil yang indah di sekitar kamu setiap hari. Catat itu dan syukuri itu karena dengan bersyukur membantu anda menemukan kesenangan.

13. Bersikap Baik Kepada Diri Sendiri

Meski dunia penuh dengan kata-kata dan kritik keras tapi cobalah tetap bicara dan bersikap baik terhadap diri sendiri. Jangan menyebut diri kamu dengan hal-hal yang kasar. Cara hidup bahagia adalah dengan memberikan penghargaan dan perayaan kepada diri sendiri apabila kamu bisa melakukan dan melewati sesuatu yang berat.


Penyebab kematian Utsman bin Affan karena nepotisme

 


Surat Perintah Palsu Penyebab Kematian Utsman bin Affan

Utsman bin Affan dikenal sebagai pemimpin negara yang lembut. Perangainya ini membuat orang-orang merasa puas dengan masa pemerintahannya. Memasuki separuh kedua dari masa kekuasaannya, sifat lembut Utsman ini justru berdampak sebaliknya, ia malah kurang tegas dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk enggan mencopot aparatur negara yang kurang kompeten. Pada masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, suasana masih terkendali. Artinya, letupan-letupan politik yang terjadi masih dapat dikendalikan. Memasuki era khalifah Utsman bin Affan, atmosfir politik sudah mulai tidak bersahabat.

Instabilitas politik Utsman bin Affan dilantik menjadi pemimpin negara tiga hari setelah jenazah Umar bin Khattab disemayamkan. Pengangkatannya sebagai khalifah berdasarkan suara mayoritas, meski awalnya Utsman keberatan dan menyarankan agar Ali bin Abi Thalib saja yang menjadi khalifah.

Berdasarkan laporan Az-Zuhri, Imam As-Suyuti dalam Tarikh Khulafa menjelaskan, Utsman bin Affan menjabat sebagai pemimpin negara selama dua belas tahun. Enam tahun pertama atau separuh dari masa kepemimpinannya, Utsman tampak cakap menjalankan roda pemerintahan. Bisa dipastikan samua rakyat merasa puas terhadap kebijakannya. Belum lagi sikapnya yang lemah lembut menjadi daya tarik tersendiri, karena sebelumnya rakyat dipimpin oleh Umar yang berperangai lebih tegas. 

Kondisi yang berbeda terjadi pada separuh terakhir dari masa pemerintahannya. Karakter Utsman yang lembut ternyata membuatnya kurang tegas dalam mengambil keputusan, termasuk dalam menurunkan aparatur-aparatur pemerintah yang kurang berkompeten. Ditambah lagi praktik nepotisme yang ia lakukan. Konon, ia banyak mengangkat pejabat dari kalangan keluarga sendiri dan Bani Umayah (kaum sendiri) yang tidak hidup semasa Rasulullah.

Salah satu saudara yang Utsman angkat sebagai pejabat adalah Abdullah bin Sarah sebagai Gubernur Mesir. Ini merupakan salah satu praktik nepotisme Utsman yang akan menjadi penyebab kematiannya. Imam Adz-Dzahabi dalam Siyaru A’lamin Nubala mencatat, Abdullah merupakan saudara sesusu Utsman.  Sedikit laporan tentang Abdullah bin Sarah. Imam Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah mengisahkan, Abdullah bin Sarah merupakan salah satu sahabat Nabi yang ditugasi sebagai pencatat wahyu. Hanya saja ia berkhianat dan murtad. Pada saat penaklukan kota Makkah, ada beberapa orang yang tidak Nabi ampuni, salah satunya adalah Abdullah. Nabi pun memerintahkan sahabat untuk membunuhnya. Hanya saja Utsman merasa iba dan membebaskannya. 

Berdasarkan catatan Adz-Dzahabi dalam Siyaru A’lamin Nubala, Abdullah kemudian kembali memeluk Islam. Dari laporan di tersebut, jelas bahwa Abdullah bin Sarah memiliki catatan hitam pada masa Rasulullah saw masih hidup. Ternyata wataknya ini belum sepenuhnya hilang, hingga saat menjadi gubernur di Mesir pun ia banyak mendapat protes dari rakyatnya karena kerap kali bertindak lalim. Tidak tahan dengan sikapnya, orang-orang Mesir pun melaporkan kondisi tersebut kepada Utsman bin Affan.

Merespons laporan tersebut, segera Utsman menyurati Abdullah dan memperingatinya dengan tegas. Bukannya takut, Abdullah malah tidak bergeming sama sekali, bahkan ia memukul dan membunuh orang-orang Mesir yang diutus Utsman untuk menemuinya. Sejak kejadian itu, sebanyak 700 masyarakat Mesir beramai-ramai ke Madinah untuk unjuk rasa kepada Utsman dan menuntut agar Sang Khalifah mengambil sikap tegas mencopot Abdullah. Setelah beberapa upaya yang juga melibatkan Sayyidah Aisyah dan Ali bin Abi Thalib, Utsman pun mantap untuk mencopot Abdullah dan menggantikannya dengan Muhammad bin Abu Bakar atas usulan warga Mesir sendiri.

Surat perintah palsu Setelah membuahkan hasil, orang-orang Mesir pun kembali ke negaranya dengan membawa keputusan tertulis Utsman yang berisi tentang penggantian gubernur Mesir. Tepat hari ketiga dari perjalanan, mereka dikejutkan oleh seseorang berkulit hitam legam yang menunggang unta dengan terburu-buru. Mencurigai orang itu, mereka pun memberhentikan dan menginterogasinya.

Selang beberapa waktu, diketahuilah status orang itu. Ia mengaku sedang melakukan perjalanan ke Mesir untuk mengantarkan surat khalifah ke gubernur. Orang-orang semakin curiga ketika yang dimaksud gubernur itu adalah Abdullah bin Sarah, bukan Muhammad bin Abu Bakar yang baru saja disahkan sebagai penggantinya. Setelah ditelusuri, orang itu juga mengaku sebagai pelayan Utsman bin Affan. Namun di sisi lain, ia mengaku sebagai pelayan Marwan bin Hakam. Orang-orang kemudian menggeledahnya dan menemukan sebuah surat. Curiga isi surat itu, Muhammad bin Abu Bakar segera mengumpulkan orang-orang Anshar, Muhajirin dan beberapa lainnya untuk bersama menyaksikan isi surat tersebut. Ketika Muhamad membukanya, tertulis pesan di dalamnya: “Jika datang Muhammad bin Abu Bakar dan fulan, juga fulan, maka bunuhlah mereka, dan batalkan isi surat (keputusan penggantian gubernur) yang dia bawa. Sementara jabatanmu tetap seperti semula sampai datang perintahku. Penjarakanlah orang-orang yang mengadu kepadaku dan mengatakan bahwa ia telah dizalimi olehmu, sampai aku memerintahkan hal lain untukmu, insya Allah.”  Selesai membaca surat itu, praktis mereka bingung dan memutuskan untuk kembali ke Madinah menemui Utsman. 

Muhammad bin Abu Bakar membeberkan isi surat itu kepada penduduk Madinah, termasuk beberapa sahabat Nabi seperti Thalhah, Zubair, Ali, Sa’ad, dan lain sebagainya. Penduduk Madinah yang membaca surat itu merasa jengkel dengan Utsman. Orang-orang Madinah yang dulu sempat konflik dengan Utsman pun semakin menunjukkan kebencian. Orang-orang menemui Utsman untuk memberi penjelasan atas isi surat tersebut. Utsman sendiri terkejut begitu melihat isi surat dan bersumpah demi Allah bahwa bukan ia yang menulisnya. Belum lagi ada stempel pemerintah di surat itu. Dengan sumpah ini, masyarakat percaya bahwa Utsman jujur atas pengakuannya. Setelah ditelusuri, mereka akhirnya berkesimpulan bahwa yang menulis surat itu adalah Marwan bin Hakam, sekretaris Utsman. Muhammad bin Abu Bakar beserta rombongan pun memutuskan untuk mencari Marwan sampai ketemu guna dimintai keterangan. 

Hanya saja Utsman merahasiakan keberadaannya karena khawatir akan dibunuh. Di tengah kegaduhan, ada pihak yang memprovokasi agar mengepung Utsman sampai ia mau menyerahkan Marwan. Walhasil, Muhammad bin Abu Bakar beserta rombongan mengepung Utsman, bahkan menghalangi akses air masuk ke dalam rumahnya. Di dalam rumah ada Utsman dan istrinya. Atas perintah Ali, Hasan dan Husein berjaga di pintu luar bersama beberapa orang agar tidak ada yang masuk. Sampai pada puncak kemarahannya, Muhammad bin Abu Bakar bertekad untuk membunuh Utsman. 

Karena pintu rumah dijaga, Muhammad bin Abu Bakar masuk dari atap dan mencengkeram jenggot Utsman. Sebelum masuk, Muhammad bin Abu Bakar sudah berpesan kepada dua laki-laki yang ada di sampingnya, “Jika aku sudah meringkusnya, masuklah kalian berdua dan pukullah Utsman sampai kalian membunuhnya.” Niatnya untuk membunuh ia urungkan begitu Utsman mengingatkan bahwa andai Abu Bakar (ayah Muhammad) melihat ini, pasti tidak senang. Begitu Muhammad bin Abu Bakar melepaskan Utsman, masuk dua orang laki-laki tadi dan memukul Utsman sampai terbunuh. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.  Berdasarkan salah satu riwayat, As-Suyuti mencatat, pembunuh itu adalah pria dari penduduk Mesir dengan warna kulit sawo matang dan dijuluki dengan nama Himar. Sementara Ibnu Katsir menjelaskan, menurut Ibu Umar, nama pembunuh itu adalah Aswad bin Himran. 

Kisah Abu bakar as siddiq


Biografi Abu Bakar: Kelahiran hingga Memeluk Islam Tanpa Keraguan

Abu Bakar lahir dengan nama Abdullah bin Abu Quhafah at-Taimy (nama sebenarnya Utsman). Sementara ibunya bernama Ummu al-Khair (sebetulnya bernama Salma binti Sakhar). Jika nasab Abu Bakar dari bapaknya ditarik ke atas, maka akan bertemu dengan garis keturunan Nabi Muhammad pada Murrah bin Ka’ab. Ia lahir di Makkah pada 573 M atau lebih kurang dua tahun enam bulan setelah Tahun Gajah. Dari situ bisa diketahui bahwa Abu Bakar lebih muda 2,5 tahun dari Nabi Muhammad.  

Abu Bakar berasal dari keluarga pedagang yang kaya. Hal itu yang memengaruhi kehidupannya sehingga kelak ketika dewasa dia menjadi pedagang yang sukses. Keluarga berada juga membuat Abu Bakar menjadi pribadi yang terpelajar. Ia kerap kali pergi ke luar Makkah, ke Yaman, Syam, dan tempat lainnya. Kendati demikian, tidak ada informasi yang memadai—yang sampai kepada kita- mengenai masa kecil dan masa remaja Abu Bakar. Namun demikian, sebagaimana diketahui bahwa pada saat itu masyarakat Arab tengah berada dalam zaman jahiliyah—di mana mereka menyembah berhala, Abu Bakar juga diajarkan untuk menyembah berhala sejak kecil. Pernah suatu hari Abu Bakar meminta makanan dan pakaian kepada berhala. 

Tentu saja berhala itu tidak mengabulkan permintaannya. Karena kesabarannya habis, Abu Bakar mengangkat batu dan mengancam berhala tersebut; ‘Kamu bukan lah Tuhan kalau tidak bisa melindungi dirimu’. Seketika, berhala tersebut dipukul dengan batu hingga hancur. 
Maka sejak saat itu, Abu Bakar tidak lagi menyembah berhala.  Disebutkan Muhammad Husain Haekal dalam Abu Bakr as-Siddiq (2004), pada masa remaja—lepas dari masa anak-anak- Abu Bakar bekerja sebagai pedagang kain. Usahanya sukses. Dagangnya berkembang pesat. Ia memperoleh laba yang cukup besar. Di usianya yang masih muda itu, Abu Bakar menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza. Dari perkawinannya dengan Qutailah, Abu Bakar memiliki dua, yaitu Abdullah dan Asma.

Perihal nama, julukan, dan gelar 

Ali At-Tanthawy dalam Abu Bakar al-Shiddiq (1986) menjelaskan, nama Abu Bakar sebelum masuk Islam adalah Abdul Ka’bah. Ketika masuk Islam, Nabi Muhammad mengganti namanya menjadi Abdullah. Ulama Ahlussunnah dalam berbagai periwayatan kemudian lebih mengenal nama Abu Bakar as-Shiddiq. 

Ada juga yang berpendapat bahwa nama Abu Bakar sebelum memeluk Islam adalah Atiq. Mungkin nama ini dinisbatkan kepada Ka’bah yang lain, yaitu Baitul Atiq (Rumah Purba). Ada sejarah tersendiri terkait dengan nama Atiq ini. Jadi, sebelumnya ibu Abu Bakar tidak pernah memiliki anak laki-laki.

Ibunya kemudian bernazar, jika ia melahirkan anak laki-laki maka akan diberi nama Abdul Ka’bah dan akan disedekahkan kepada Ka’bah. Betul saja, anak yang dinanti-nantikan lahir. Setelah tumbuh besar, anak tersebut diberi nama Atiq (yang dibebaskan).   

Riwayat lain menyebutkan bahwa Atiq bukanlah nama Abu Bakar sebelum memeluk Islam, melainkan itu adalah julukan bagi dia karena kulitnya yang putih (atiq). Ada juga pendapat yang menyebut kalau julukan Atiq bagi Abu Bakar adalah pemberian Nabi Muhammad.

Sementara nama Abu Bakar banyak ditemukan dalam berbagai periwayatan. Dalam keterangan buku Abu Bakar as-Siddiq (Muhammad Husain Haekal, 2004), semula tidak dijelaskan alasan mengapa dia dijuluki Abu Bakar, namun penulis-penulis kemudian menyimpulkan bahwa dia dijuluki demikian karena dia adalah orang yang paling dini (bakr) memeluk Islam—di bandingkan dengan yang lainnya.  Ali al-Tanthawy memiliki alasan berbeda mengapa dia diberi julukan Abu Bakar. Menurut al-Tanthawy, al-bakru bermakna unta yang masih muda. 

Julukan bakran menunjukkan bahwa orang tersebut merupakan sosok pemimpin kabilah yang memiliki kedudukan yang sangat terpandang dan terhormat. Abdulullah dijuluki Abu Bakar karena kedudukannya yang terhormat di tengah Suku Quraisy, baik dari segi nasab maupun strata sosial.
Adapun gelar as-Siddiq, menurut pendapat yang masyhur, disematkan di belakang nama Abu Bakar setelah peristiwa Isra Mi’raj. Dia langsung membenarkan kisah Nabi Muhammad tentang Isra Mi’raj, sementara yang lainnya meragukannya—bahkan tidak mempercayainya.   Bagi mereka, Isra Mi’raj—perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, dan kemudian berlanjut ke Sidratul Muntaha dalam waktu satu malam- adalah sesuatu yang mustahil terjadi. Akan tetapi, Abu Bakar mempercayai Nabi Muhammad dan semua khabar yang datang dari langit. Tanpa meragukan sedikit pun. 

Menerima Islam tanpa ragu sedikit pun 

Ketika Nabi Muhammad menyerukan ajaran Islam, Abu Bakar langsung menerimanya dengan tanpa ragu sedikit pun. Dia menjadi laki-laki pertama yang memeluk agama Islam—tentunya setelah Nabi Muhammad. Dalam satu hadits, Nabi Muhammad menyampaikan testimoni terkait dengan masuk Islamnya Abu Bakar tanpa adanya keraguan di dalamnya. “Tidak seorang pun yang pernah kuajak memeluk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu berhati-hati dan ragu, kecuali Abu Bakar bin Abi Quhafah. Ia tidak menunggu-nunggu dan tidak ragu ketika kusampaikan kepadanya,” kata Nabi Muhammad. 

Lantas apa yang menyebabkan Abu Bakar menerima Islam denga begitu mudahnya? Dalam Abu Bakar as-Siddiq (Muhammad Husain Haekal, 2004), Abu Bakar sudah sangat mengenal Nabi Muhammad. Kejujurannya, kelurusan hatinya, dan kejernihan pikirannya. Sehingga apa pun yang disampaikan Nabi Muhammad, ia mempercayainya dengan penuh kemantapan. Tidak ada keraguan dalam hatinya tentang Nabi Muhammad.  Abu Bakar memang sudah mengenal Nabi Muhammad sebelum beliau diangkat menjadi seorang nabi dan rasul karena keduanya tinggal di kampung yang sama. Dia tinggal di sebuah kampung di Makkah di mana saudagar-saudagar kaya tinggal, termasuk Sayyidah Khadijah. Setelah menikah dengan Khadijah, Nabi Muhammad juga tinggal di daerah itu. Dari situ, keduanya saling mengenal satu sama lainnya. 

Di samping itu, Abu Bakar adalah seorang yang memiliki pandangan bahwa penyembahan berhala itu sebuah kebodohan dan kepalsuan belaka. Dalam Sirah Nabawiyah-nya, Ibnu Hisyam menggambarkan Abu Bakar sebagai orang yang sangat dan lembut terhadap kaumnya, jujur, memiliki kedudukan yang tinggi di tengah kaumnya, dan terhindar dari kebiasaan buruk kaum jahiliah seperti bermain wanita, minum minuman keras, dan lainnya. Seolah-olah Abu Bakar telah mengamalkan ajaran Islam, meskipun saat itu ajaran Islam belum diturunkan. Hal-hal itu juga yang membuat Abu Bakar mudah menerima Islam. 



Kisah Ali bin abi thalib

 


Kisah ‘Ali bin Abi Thalib dan non-Muslim di Pengadilan

Dalam kitab Hilyatul Awliya, diceritakan satu kisah yang diriwayatkan oleh ayahnya Ibrahim bin Yazid al-Taimi, bahwa ‘Ali pernah kehilangan baju besi yang sangat berharga baginya. Ternyata baju besi tersebut ada pada seorang Yahudi.

Kisah ini diriwayatkan dengan beragam versi, ada yang mengatakan orang yang memegang baju besi tersebut adalah Yahudi, ada juga yang menyatakan dia adalah seorang Nasrani. Namun terlepas dari itu semua, kisah ini mengandung pesan bahwa seorang pemimpin harus bersifat adil, meskipun kepada seorang non-muslim.

Baju besi tersebut hendak ditawarkan untuk dijual di sebuah pasar oleh orang non-Muslim itu. Melihat baju besi yang ia kenali ada di tangan orang tersebut, ‘Ali pun menghampirinya dan berkata, “Ini adalah baju besiku, beberapa hari lalu ia jatuh dari untaku di tempat itu (‘Ali menyebutkan suatu tempat).”

Orang non-Muslim tersebut mengingkari penuturan ‘Ali dan meminta sebuah keadilan di depan hakim. ‘Ali pun menyanggupinya dan membawa persoalan mereka kepada seorang hakim di pengadilan. Kala itu yang menjabat sebagai hakim adalah Syuraih. Melihat ‘Ali mendekat, Syuraih berpaling dari posisinya dan ‘Ali berkata, “Jika lawanku adalah seorang Muslim, aku akan setara dengannya di persidangan, tapi aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Jangan setara dengan mereka (orang Yahudi) di persidangan, tetapi berlindunglah bersama mereka di jalan yang paling sempit. Jika mereka menangkapmu, maka pukullah mereka, dan jika mereka menyerangmu, maka perangilah mereka!.” 

Syuraih berkata, “Apapun yang kau inginkan wahai Amirul Mukminin.” ‘Ali berkata, “Baju besiku jatuh dari unta dan orang Yahudi ini mengambilnya.”  Syuraih berkata, “Bagaimana menurutmu, Yahudi?”  Orang tersebut berkata, “Baju besiku ini milikku.” 

Syuraih berkata, “Demi Allah, kamu benar wahai ‘Amirul Mukminin, itu adalah baju besimu, tetapi diperlukan dua orang saksi.”  Lalu ‘Ali memanggil Qanbar, hamba sahayanya, dan Hasan bin ‘Ali supaya mereka menyaksikan bahwa itu adalah baju besinya. Syuraih berkata, “Adapun kesaksian hamba sahayamu, kami telah menerimanya, tetapi kesaksian anakmu, kami tidak menerimanya.” 

“Aku tidak meragukan kejujuranmu, wahai Amirul Mu’minin, akan tetapi engkau tetap harus mendatangkan dua saksi yang bersaksi bahwa baju besi itu milikmu.” ‘Ali pun berencana mendatangkan anaknya, Hasan, sebagai saksi. Syuraih menjawab bahwa menjadikan anak sebagai saksi dalam persidangan adalah hal yang dilarang. ‘Ali pun kaget, seorang yang ahli surga, bahkan tidak boleh dijadikan saksi?!” Kata ‘Ali. ‘Ali melanjutnya, “Aku pernah mendengar dari Rasulullah saw: Artinya, “Hasan dan Husain adalah pemudanya ahli surga.” Syuraih tetap tegas menolak sikap ‘Ali yang terus meminta untuk menjadikan Hasan sebagai saksi, sebab anaknya lah yang tahu betul bahwa baju besi tersebut adalah milik ‘Ali. 

Setelah proses birokrat yang dinilai cukup sulit, ‘Ali pun rela melepas baju besi kesayangannya. “Ambil saja,” kata ‘Ali kepada orang tersebut disebabkan ketiadaan saksi. Ia pun kaget dengan sikap ‘Ali yang tiba-tiba mengikhlaskan baju besinya. Tiba-tiba non-Muslim tersebut berkata kepada ‘Ali, “Aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu, wahai ‘Amirul Mukminin.”  

Kemudian dia berkata dengan heran, “‘Amirul Mukminin telah menggugatku di hadapan hakimnya, dan hakim tersebut malah memvonisnya!, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”  Maka orang non-Muslim itu masuk Islam karena melihat keadilan dalam peradilan yang terjadi antara ‘Ali dan Syuraih, serta putusan yang ditentukan dengan kebenaran dan juga sikap ‘Amirul Mu’minin yang penuh penerimaan pada putusan hakim. Tanpa keberatan, orang Yahudi itu pun masuk Islam.

Dibaca dengan hati !

Mesin Waktu - 8 Tahun 7 Bulan, tidak berakhir sia - sia karena ada Dilanomera

MasyaaAllah Tabarakallah.. Saya akan berbagi pengalaman hidup saya, agar semua bisa mengambil hikmah dari setiap perjalanan didalam pernikah...