Apa itu Impotensi?
Impotensi atau disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan pria untuk mendapatkan dan mempertahankan ereksi. Masalah ini memengaruhi kemampuan pria untuk melakukan hubungan seksual.
Impotensi merupakan kondisi yang sangat umum dan dapat terjadi pada semua usia. Masalah ini bisa bersifat sementara atau kronis dan dapat terjadi akibat masalah fisik, psikologis, atau gaya hidup.
Selain mengalami masalah ereksi, pengidap impotensi juga berisiko mengalami masalah lainnya. Contohnya seperti penurunan gairah seksual, hingga kesulitan mencapai klimaks saat berhubungan seksual.
Penyebab Impotensi
Gairah seksual pria adalah proses kompleks yang melibatkan otak, hormon, emosi, saraf, otot, dan pembuluh darah. Disfungsi ereksi atau impotensi dapat terjadi karena adanya masalah dengan salah satu dari peran tersebut.
Selain itu, stres dan masalah kesehatan mental juga dapat menjadi penyebab atau memperburuk disfungsi ereksi. Secara umum, impotensi bisa terjadi karena masalah fisik dan psikologis.
1. Proses penuaan
Impotensi atau disfungsi ereksi bisa menjadi bagian dari proses penuaan karena tubuh mengalami perubahan seiring bertambahnya usia. Beberapa faktor penyebabnya, meliputi:
- Penurunan kadar hormon testosteron.
- Penumpukan plak dalam pembuluh darah.
- Mengalami gangguan saraf.
- Mengidap kondisi medis kronis, seperti diabetes atau hipertensi.
Semua ini itu memengaruhi kemampuan pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi. Namun, tidak semua pria akan mengalami impotensi saat penuaan jika menerapkan pola hidup sehat.
2. Gaya hidup tidak sehat
Terdapat beberapa pola hidup yang dapat meningkatkan risiko impotensi, seperti:
- Penyalahgunaan narkoba dan alkohol, terutama jika pengidap merupakan pengguna narkoba jangka panjang atau peminum berat.
- Penggunaan tembakau yang dapat membatasi aliran darah yang menuju ke pembuluh darah dan arteri. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya masalah kesehatan kronis yang berujung pada disfungsi ereksi.
- Kelebihan berat badan, terutama jika mengalami obesitas.
3. Faktor penyakit atau kondisi medis
Pada banyak kasus, disfungsi ereksi disebabkan oleh sesuatu yang bersifat fisik atau berasal dari tubuh. Penyebab umumnya termasuk:
- Penyakit jantung.
- Pembuluh darah tersumbat (aterosklerosis).
- Kolesterol tinggi.
- Tekanan darah tinggi.
- Diabetes.
- Kegemukan.
- Sindrom metabolik, kondisi yang melibatkan peningkatan tekanan darah, kadar insulin, lemak tubuh di sekitar pinggang dan kolesterol tinggi.
- Penyakit Parkinson.
- Multiple sclerosis.
- Penggunaan obat resep tertentu.
- Menggunakan tembakau.
- Penyakit Peyronie, perkembangan jaringan parut di dalam penis.
- Pecandu alkohol dan bentuk penyalahgunaan zat lainnya.
- Gangguan tidur.
- Menjalani perawatan untuk kanker prostat atau pembesaran prostat.
- Operasi atau cedera yang memengaruhi area panggul atau sumsum tulang belakang.
Selain itu, impotensi juga bisa terjadi karena kadar hormon testosteron pada pria yang rendah.
4. Faktor psikologis
Sementara itu, penyebab terjadinya impotensi pada pria dari sisi psikologis, di antaranya:
- Depresi, stres, gangguan kecemasan berlebihan, atau kondisi kesehatan mental lainnya.
- Masalah hubungan yang terjadi karena stres dan komunikasi yang buruk.
5. Cedera
Cedera pada daerah panggul atau organ seksual dapat merusak saraf, pembuluh darah, atau jaringan ereksi. Hal ini dapat mengganggu aliran darah atau sinyal saraf untuk mempertahankan ereksi.
6. Efek samping obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat meningkatkan risiko impotensi di masa depan, antara lain:
- Obat antihistamin.
- Obat tekanan darah tinggi.
- Golongan antidepresan.
- Obat untuk mengatasi masalah atau kondisi prostat.
Gejala Impotensi
Gejala impotensi dapat bervariasi pada setiap pria yang mengalaminya. Beberapa gejala umum dari kondisi ini di antaranya:
- Tidak bisa ereksi sama sekali.
- Mengalami ereksi, tetapi tidak sering.
- Mengalami kesulitan menjaga ereksi cukup lama untuk berhubungan seks.
- Kurangnya keinginan untuk berhubungan seks.
Komplikasi Impotensi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat impotensi, di antaranya:
1. Gangguan psikologis
Penelitian berjudul Stress management and erectile dysfunction: a pilot comparative study yang terbit pada Journal Andrologia menemukan, impotensi merupakan kelainan kompleks yang dapat memicu stres kronis.
Studi juga menerangkan bahwa stres tersebut bisa memperburuk gejala disfungsi ereksi atau impotensi yang sudah ada.
2. Masalah hubungan
Impotensi menciptakan ketegangan, kecemasan, dan ketidakpuasan dalam hubungan pasangan. Pasangan mungkin merasa ditolak atau merasa kurang diinginkan.
Kehilangan keintiman seksual juga dapat mengurangi kebersamaan dan komunikasi dalam hubungan. Hal ini pada gilirannya dapat mengganggu kualitas hubungan itu sendiri.
3. Penurunan kepercayaan diri
Kesulitan dalam mencapai atau mempertahankan ereksi dapat mengurangi kepercayaan diri dan harga diri pria. Hal ini menimbulkan meragukan pada diri sendiri dalam kemampuannya untuk memuaskan pasangan.
4. Gangguan emosional
Impotensi memicu perasaan seperti malu, marah, frustasi, dan cemas pada pria yang mengalaminya. Semua emosi tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan emosionalnya secara keseluruhan.
5. Isolasi sosial
Pengidap mungkin merasa malu atau rendah diri. Hal ini dapat membuat mereka cenderung menjauh dari aktivitas sosial dan hubungan intim, yang pada gilirannya bisa mengakibatkan isolasi sosial.
Pencegahan Impotensi
Cara terbaik untuk mencegah impotensi adalah mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan mengelola setiap kondisi kesehatan yang ada. Sebagai contohnya:
- Mengelola diabetes, penyakit jantung, atau kondisi kesehatan kronis lainnya.
- Melakukan pemeriksaan rutin dan tes skrining medis.
- Berhenti merokok, menghindari konsumsi minuman beralkohol, dan tidak menggunakan obat-obatan terlarang.
- Berolahraga secara teratur.
- Sebisa mungkin menghindari atau mengatasi stres maupun kondisi mental lain yang sedang dialami.
- Mendapatkan bantuan profesional untuk mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.
- Jangan terlalu lama duduk, berdiri atau bergerak secara teratur.
- Batasi konsumsi makanan cepat saji dan makanan tinggi garam.
- Periksa dan kendalikan kadar kolesterol dalam tubuh.
- Terapkan diet sehat dengan konsumsi makanan rendah lemak jenuh dan tinggi serat.
- Menjaga kesehatan mental dengan konseling atau dukungan psikologis jika diperlukan.