Saturday, May 25, 2024

Kisah Istighfar seorang penjual roti untuk mendatangkan ulama besar

Kisah Imam Ahmad dan Keajaiban Istigfar Seorang Penjual Roti

Ada kisah yang menceritakan pengalamannya dengan ibadah istigfar. Salah satunya tertuang dalam kisah Imam Ahmad dan istighfar penjual roti.

Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang ulama besar pendiri Mazhab Hanbali atau murid dari Imam Syafi'i. Di masa akhir hidupnya, beliau bercerita:

"Suatu ketika (saat saya sudah tua), saya tidak tahu kenapa ingin sekali menuju ke Basrah, salah satu kota di Irak."

Padahal Imam Ahmad tidak memiliki janji dengan siapapun atau memiliki suatu hajat. Beliau akhirnya tetap berangkat menuju Bashrah.

Imam Ahmad bercerita, "Setibanya di sana saat Isya', saya ikut berjamaah shalat Isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin beristirahat."

Beliau kemudian ingin tidur di masjid untuk beristirahat selepas semua jemaah pergi meninggalkan masjid. Namun, tiba-tiba marbot masjid menghampirinya dan bertanya, "Syekh, mau apa disini?"

Marbot tersebut tidak mengetahui bahwa beliau adalah Imam Ahmad, seorang ulama ahli fiqih dan hadits. Imam Ahmad pun menjawab, "Saya ingin istirahat, saya musafir."

Marbot masjid kemudian melarangnya untuk tidur di masjid, Imam Ahmad bahkan didorong olehnya dan dikuncilah pintu masjid tersebut. Kemudian beliau bermaksud untuk tidur di teras masjid, tetapi marbot masjid juga memarahinya.

Marbot masjid itu berkata kepada Imam Ahmad, "Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh." Imam Ahmad mengatakan, marbot masjid tersebut bahkan mendorongnya sampai jalanan.

Di samping masjid tersebut, ada sebuah toko roti yang merupakan sebuah rumah kecil sekaligus digunakan untuk berdagang roti. Penjual roti tersebut sedang membuat adonan roti sambil melihat kejadian itu.

Kemudian si penjual roti memanggil Imam Ahmad dan berkata, "Mari syekh, Anda boleh menginap di tempat saya, walau tempat saya kecil."

Imam Ahmad kemudian masuk ke rumah penjual roti tersebut dan duduk di belakang penjual roti dan tidak memperkenalkan dirinya. Penjual roti ini tidak berbicara ketika tidak ditanyai oleh beliau.

Ia terlihat selalu membuat adonan roti sambal melafalkan istigfar. Saat meletakkan garam, memecahkan telur, dan mencampur gandum, penjual roti ini selalu beristighfar.

Imam Ahmad bertanya kepada penjual roti, "Sudah berapa lama kamu lakukan ini?"

Kemudian dijawab, "Sudah lama sekali, Syekh, saya menjual roti sudah tiga puluh tahun, semenjak itulah saya lakukan."

Imam Ahmad bertanya lagi, "Apa hasil dari perbuatanmu ini?"

Penjual roti kemudian menjelaskan, "(Lantaran wasilah istigfar), tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta Allah langsung terima, semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan."

Imam Ahmad pun menanyakan terkait apa doa yang belum dikabulkan itu.

Kata penjual roti tersebut, "Saya meminta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad."

Seketika, Imam Ahmad kemudian mengucap takbir setelah mendengar pengakuan sang penjual roti. Ia berkata:

"Allahu Akbar! Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong oleh marbot masjid sampai ke jalanan, ternyata karena istighfar dan doamu."

Penjual roti tersebut terkejut seketika lalu memuji Allah, dan ia langsung memeluk dan mencium tangan imam Ahmad ketika itu.

Kisah ini menjadi hikmah bahwa istigfar akan membawa kelapangan dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Seperti dalam sebuah riwayat:

Artinya: "Barang siapa memperbanyak istigfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka." (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir- dan sebagian ulama mendhoifkan hadits ini.)

Demikianlah kisah Imam Ahmad dan istighfar penjual roti, semoga kisah tersebut memberikan hikmah tersendiri untuk kita semua mengenai keutamaan dan pentingnya beristighfar.



Hikmah merupakan makna dibalik peristiwa

Hikmah Artinya dalam Islam Beserta Contohnya di Kehidupan Sehari-hari

Hikmah artinya perlu dipahami oleh seluruh umat Islam. Hikmah merupakan hasil disiplin atau usaha yang dilakukan secara konsisten. Biasanya di dalam ilmu tasawuf disebut dengan istiqamah yang biasanya dilakukan dalam waktu yang cukup panjang.

Hikmah dapat dikenali tidak hanya dari ilmu yang dipelajari di buku-buku dan peristiwa-peristiwa yang dialami sehari-hari. Hikmah merupakan suatu renungan dan kesungguhan memanfaatkan ilmu suatu ruangan dan kesungguhan memanfaatkan ilmu-ilmu dan peristiwa-peristiwa yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Hikmah artinya makna yang terkandung di balik suatu peristiwa. Hikmah dipahami juga sebagai suatu renungan dan kesungguhan yang memanfaatkan ilmu-ilmu dan peristiwa-peristiwa. Serta melihat hubungan atau kaitan kaitan yang ada di dalamnya serta membahas tentang sumber dan tujuannya.

Arti Hikmah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hikmah artinya arti atau makna yang dalam. Hikmah artinya makna yang terkandung di balik suatu peristiwa. Hikmah artinya suatu kata yang berasal dari kata “hakama” atau kata yang menggunakan huruf ha, kaf, dan mimMenurut Ibnu Faris hikmah artinya disebut sebagai al-mani’ atau yang menghalangi, seperti hakam yang menghalangi terjadinya penganiayaan. Kendali bagi hewan disebut dengan hakama yang berarti menghalangi hewan tersebut untuk mengarah kepada yang tidak diinginkan atau liar.

Menurut Muhammad Quraish Shihab, hikmah artinya juga diambil dari kata hakama yang pada awalnya berarti menghalangi. Dari awal mula kata yang sama maka dibentuklah kata yang memiliki makna kendali, yaitu sesuatu yang fungsinya mengantarkan kepada yang baik serta menghindarkan yang buruk. Untuk mencapai maksud tersebut maka diperlukan pengetahuan serta kemampuan untuk menerapkannya.

Ayat-ayat Al-Qur’an menggambarkan menggambarkan hikmah artinya berhubungan dengan kehidupan akal, keadilan, keilmuan, pemikiran dan kebaikan sebagai hubungan saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kebijaksanaan. Di dalam kitab kitab tafsir, kata hikmah artinya terkadang didefinisikan dengan makna Al Qur’an, terkadang dengan makna As -Sunnah atau kenabian. Adapun hikmah dalam Al Qur’an, maka maksudnya adalah mengenai kebenaran dan mengamalkannya.

Hikmah kemudian  dipahami dalam arti pengetahuan tentang baik dan buruk, serta kemampuan menerapkan yang baik dan menghindari yang buruk. Siapa mampu memilih yang terbaik dan melaksanakannya serta mampu pula menghindar dari yang buruk, dia telah dianugerahi hikmah.

Contoh Hikmah dalam Kehidupan Sehari-hari

Ada kalanya, hikmah yang kamu peroleh biasanya juga dapat mudah dijumpai dari kehidupan sehari-hari. Melansir Brilio via Merdeka, hikmah yang kamu peroleh contohnya ketika kita melewati masa quarter-life crisis atau masa di mana menggambarkan suatu periode saat seseorang mengalami adanya krisis emosional yang ada pada dirinya. Biasanya hal tersebut akan terjadi pada usia seperempat abad, yaitu saat seseorang berusia antara 20 hingga 30 tahun.

Di fase ini seseorang rentan mengalami gejolak emosi meliputi perasaan sedih, bingung, takut, terisolasi, dan cemas akan masa depannya. Faktor pemicunya bisa datang dari permasalahan finansial, relasi, karier, serta nilai-nilai yang diyakini. Namun, di balik hal itu semua sebenarnya seseorang hanya perlu menjalaninya seperti sebagaimana mestinya.

Hikmah Melewati Quarter-life Crisis

Tentunya pasti ada hikmah dalam melewati fase quarter-life crisis ini.  Beberapa hikmah yang dapat diambil dari fase ini antara lain :

1. Menjadi Seseorang yang Optimis Serta Terus Berjuang Maju dalam Hidup

Hikmah adalah suatu proses panjang yang telah dilalui oleh seseorang. Hikmah di balik kamu melewati fase ini juga sangat berguna bagi masa depan kelak, yaitu dapat membentuk kamu menjadi seseorang yang optimis serta terus berjuang dalam menjalani kehidupan.

2. Lebih Menerima Keadaan Hidup Saat Ini

Hikmah artinya suatu proses panjang yang perlu dilalui setiap orang. Ketika seseorang berada di dalam fase quarter-life crisis ini, maka hal tersebut juga dapat mengajarkan orang tersebut dapat lebih menerima keadaan hidupnya saat ini.

Krisis emosional yang kamu hadapi di usia menjelang dewasa merupakan proses untuk melatih diri menjadi seorang yang lebih bisa mengendalikan berbagai emosi yang ada pada diri. Di saat sudah bisa berdamai dengan diri sendiri, kamu dapat lebih legawa dalam menerima keadaan hidup saat ini.

3. Ajarkan Arti Kedewasaan dalam Mengambil Sikap

Hikmah artinya suatu proses yang telah dilalui seseorang dalam hal agama ataupun dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika orang tersebut sedang dalam fase quarter-life crisis, maka hikmah yang diperoleh adalah akan dapat mengajarkan arti kedewasaan dalam mengambil sikap.

Kamu akan semakin cermat dalam mengambil setiap keputusan atau langkah hidup. Ini juga akan memengaruhi cara kamu bersikap dan bertindak. Karena di fase ini kamu juga akan dilatih untuk menjadi pribadi yang lebih matang.







Pemimpin jujur Umar bin Abdul Aziz

Kisah Jujurnya Pemimpin Negeri Muslim Takut Makan Suap Walau Sebutir Apel

Khalifah Umar bin Abdul Azis adalah pemimpin paling terkenal dari Dinasti Ummayah. Dia memimpin Umat Islam kurang dari tiga tahun, mulai tahun 717 hingga 720. Namun keteladanan dan kejujurannya terus diingat sepanjang masa.

Saat itu Khalifah Umar bin Abdul Azis memimpin sebuah negara yang membentang sepanjang jazirah Arab. Bahkan hingga ke perbatasan India, sebagian Afrika dan Asia Tengah. Kas negara penuh dengan harta. Namun sebaliknya, sang pemimpin hidup sangat sederhana. Dia tak mau menggunakan uang negara sekadar untuk membeli makanan bagi dirinya sendiri.

Suatu hari Khalifah Umar ingin makan apel. mendengar hal itu, seorang keluarganya datang untuk memberikan apel.

Namun setelah melihat apel tersebut, Umar meminta agar apel yang ranum berbau harum itu dikembalikan. Tak lupa dia mengucapkan terima kasih.

Mendengar itu Amr bin Muhajir bertanya. "Wahai Amirul Mukminin, orang yang memberikan apel ini adalah sepupumu sendiri. Orang yang masih sangat dekat kekerabatannya dengan mu. Bukankah dulu Rasulullah SAW juga mau menerima hadiah?" tanya Amr.

Jawaban Khalifah Umar jelas dan tegas. "Sesungguhnya hadiah yang diberikan kepada Rasulullah adalah benar-benar hadiah. Sedangkan yang diberikan kepadaku ini adalah suap."

Makan Kacang

Banyak kisah lain Khalifah Umar bin Abdul Azis begitu hati-hati menerima sesuatu yang diberikan orang lain, bahkan sanak saudaranya sendiri. Hal ini sebagai bentuk integritasnya sebagai pemimpin.

Dia memilih hidup seperti rakyat kebanyakan daripada menggunakan uang negara.

Dalam sebuah riwayat, seorang pelayan datang pada saat keluarga Khalifah sedang makan siang. Dia ditawari ikut makan. Namun dia terkejut saat melihat menunya bukan daging dan makanan mewah lain, namun cuma kacang adas. Tak berbeda dengan apa yang dimakan oleh orang miskin.

Betapa terharunya dia. Sang pelayan bertanya untuk memastikan pada istri Khalifah. Apa ini memang benar yang dimakan oleh seorang Khalifah setiap harinya.

"Wahai anakku, inilah makanan tuanmu Amirul Mukminin setiap harinya," jawab Fatimah.

Sederhana dan penuh hikmah. Semoga kisah Khalifah Umar bin Abdul Azis bisa diteladani para pemimpin saat ini.

Dampak Psikologis anak diasuh nenek dan kakek

Dampak Psikologis Anak Diasuh Nenek dan Kakeknya

Dalam beberapa kasus, seringkali anak diasuh oleh nenek dan kakeknya sepanjang waktu. Hal ini pun disebut-sebut memiliki dampak psikologis bagi tumbuh kembang anak.

Ya, tanpa disadari dampak jika anak diasuh oleh nenek dan kakek juga dapat memengaruhi kepribadian dan perilaku anak kelak di kemudian hari. 

Salah satu penyebabnya yakni perbedaan prinsip dan cara pengasuhan antara nenek kakek dan orang tua. Selain bisa membuat bingung, hal ini juga bisa mengganggu psikologis anak.

Dampak psikologis anak diasuh nenek dan kakek

Lalu apa saja sebenarnya dampak psikologis anak saat diasuh oleh nenek dan kakeknya? Benarkah kondisi ini bisa memengaruhi perkembangan perilakunya saat dewasa nanti? Simak ulasan berikut ini seperti dilansir berbagai sumber:

1. Cenderung sulit mengontrol emosi

Dalam studi yang dilakukan oleh peneliti di Bronfenbrenner Center for Translational Research, ditemukan bahwa anak-anak yang diasuh oleh nenek dan kakek rentan memiliki masalah emosi dan perilaku.

Kondisi ini timbul karena nenek dan kakek seringkali tidak konsisten terhadap aturan, sehingga anak jadi terbiasa melanggarnya. Jika suatu saat ada keinginan anak yang tidak bisa terpenuhi, mereka pun jadi mudah marah dan emosinya meledak-ledak.

2. Terbiasa selalu dituruti

Gaya pengasuhan nenek dan kakek juga cenderung permisif alias selalu membolehkan keinginan anak, dibandingkan dengan orang tua. Situasi ini membuat anak enggan berusaha lebih keras saat memiliki keinginan tertentu.

3. Sulit fokus di sekolah

Nenek dan kakek umumnya lebih jarang memperhatikan tugas akademis anak, sehingga anak kerap kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Misalnya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah maupun tugas-tugas lainnya.

Selain itu, adanya dampak emosional dan perilaku yang ditimbulkan saat anak diasuh oleh nenek dan kakek juga rentan terbawa dalam hubungan pertemanan di sekolah.

Misalnya, anak jadi tidak mau mengalah atau tidak mau menerima pendapat dari orang lain karena selalu ingin diutamakan sebagaimana saat di rumah.

4. Cenderung keras kepala

Nenek dan kakek juga biasanya memanjakan dan menuruti segala keinginan Si Kecil, sehingga rentan membuatnya tumbuh jadi sosok yang keras kepala. Jika kondisi ini terus-menerus terjadi, anak juga rentan jadi egois dan sulit mengalah.

5. Sulit mengikuti peraturan

Adanya perbedaan cara asuh dari orang tua dan nenek kakek kadang membuat anak jadi bingung untuk menaati peraturan yang berubah-ubah. Misalnya ada sesuatu hal yang dilarang oleh orang tua, tapi diperbolehkan oleh nenek.

Dalam jangka panjang, ke depannya hal ini rentan membuat anak jadi sulit mengikuti peraturan yang ada. Baik itu di sekolah maupun dalam hubungan sosial.


4 Mazhab yang dikenal di Indonesia

Sejarah Munculnya 4 Mazhab yang Populer di Kalangan Muslim

Dalam sejarah Islam, munculnya empat mazhab yang populer di kalangan umat Islam terjadi pada masa yang berbeda. Keempat mazhab ini adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali.

Masing-masing mazhab tersebut memiliki ciri khas dan pendiri yang berbeda. Kapan dan bagaimana mazhab-mazhab ini muncul? Simak pemaparan berikut.

Latar Belakang Mazhab

Mazhab adalah sebuah metode dari pemikiran dan penelitian yang memiliki ciri khas dan dijadikan prinsip oleh sejumlah orang.

Nama mazhab berawal dari nama daerah, kemudian didasarkan pada nama ulama atau para imam. Dengan nama dari ulama atau para imam ini, mazhab-mazhab lebih populer daripada dengan nama daerah.

Sejarah Munculnya 4 Mazhab

Munculnya empat mazhab yang populer di kalangan umat Islam terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah tepatnya era pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Para imam pendiri empat mazhab fikih yaitu Abu Hanifah yang merupakan pendiri Mazhab Hanafi, Malik bin Anas pendiri Mazhab Maliki, Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i pendiri Mazhab Syafi'i, dan Ahmad bin Hanbal yang merupakan pendiri Mazhab Hambali.

Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi merupakan mazhab dengan pengikut terbanyak. Mazhab Hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanifah, yang dikenal sebagai ahli hukum fikih yang sangat cerdas.

Mazhab Hanafi termasuk salah satu mazhab fikih dalam Islam Sunni. Islam Sunni adalah aliran teologi yang bersumber dari pemikiran Abu Hasan al-Asy'ari (sahabat Rasulullah SAW yang masyhur) dan telah dipahami dan dipraktikkan oleh mayoritas umat Islam.

Sumber hukum Mazhab Hanafi berasal dari Al-Qur'an, hadits atau sunnah, atsar, qiyas, istihsan, ijma' para ulama, dan 'urf.

Mazhab Maliki

Mazhab Maliki merupakan mazhab dengan pengikut terbanyak ketiga setelah Mazhab Hanafi.

Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas. Karena Imam Malik tinggal di Madinah, maka mazhab ini sangat dipengaruhi oleh praktik dan tradisi penduduk Madinah.

Salah satu ciri khas atau keunikan dari Mazhab Maliki adalah menyodorkan tata cara hidup penduduk Madinah sebagai sumber hukumnya. Sumber hukum Mazhab Maliki berasal dari sunnah, amal perbuatan penduduk Madinah, qaul shahabi (fatwa salah seorang sahabat), dan maslahah al-mursalah (sesuatu yang baik menurut akal yang dapat mendekatkan pada kebaikan dan menghindarkan pada keburukan).

Mazhab Syafi'i

Mazhab Syafi'i merupakan mazhab dengan pengikut terbanyak kedua setelah Mazhab Hanafi. Mazhab Syafi'i didirikan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau lebih dikenal sebagai Imam Syafi'i.

Pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi'i ini disebarluaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Sumber hukum Mazhab Syafi'i berasal dari Al-Qur'an, sunnah, ijma', dan qiyas.

Mayoritas muslim Indonesia berkiblat pada mazhab Syafi'i

Mazhab Hambali

Mazhab Hambali merupakan mazhab dengan jumlah pengikut yang paling sedikit. Mazhab Hambali didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.

Sumber hukum Mazhab Hambali berasal dari nash dari Al-Qur'an dan sunnah, fatwa sahabat, ijtihad sahabat yang lebih dekat kepada Al-Qur'an dan sunnah, hadits mursal dan dhaif, serta qiyas sebagai langkah terakhir.

Keempat mazhab tersebut dianut oleh umat Islam di seluruh dunia. Meskipun mazhab-mazhab ini muncul pada masa yang berbeda, mereka semua memiliki tujuan yang sama untuk kehidupan umat Islam.


Dzikir setelah shalat menurut Imam Syafi'i

Imam Syafi’i: Dzikir Setelah Shalat Tidak Dikeraskan


Dari Ibnu Jarir, ia berkata, ‘Amr telah berkata padaku bahwa Abu Ma’bad –bekas budak Ibnu ‘Abbas- mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

Mengeraskan suara pada dzikir setelah shalat wajib telah ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Aku mengetahui bahwa shalat telah selesai dengan mendengar hal itu, yaitu jika aku mendengarnya.” (HR. Bukhari, no. 805; Muslim, no. 583)

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan mengenai hadits di atas, menurut sebagian ulama salaf, disunnahkan mengeraskan bacaan takbir setelah shalat, termasuk pula bacaan dzikir setelahnya. Di antara ulama belakangan yang menganjurkan adalah Ibnu Hazm Az-Zahiri, begitu pula dinukil pendapat ini dari Ibnu Batthol dan ulama lainnya. Sedangkan ulama madzhab dan selain mereka sepakat tidak disunnahkan mengeraskan suara untuk dzikir setelah shalat, termasuk pula takbir.

Adapun Imam Syafi’i rahimahullah memaknai hadits di atas bahwa waktu menjaherkan hanya sebentar sekali sehingga diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu berdzikir. Namun dzikir tadi bukan dikeraskan terus menerus.

Cukup bagi imam dan makmum berdzikir pada Allah setelah selesai shalat dengan disirrkan (dilirihkan). Kecuali jika imam ingin mengajarkan pada makmum, maka ia boleh menjaherkan hingga makmum itu paham, setelah itu tetap disirrkan (dilirihkan). Demikian hadits tersebut dipahami. (Syarh Shahih Muslim, 5: 76)




Dibaca dengan hati !

Mesin Waktu - 8 Tahun 7 Bulan, tidak berakhir sia - sia karena ada Dilanomera

MasyaaAllah Tabarakallah.. Saya akan berbagi pengalaman hidup saya, agar semua bisa mengambil hikmah dari setiap perjalanan didalam pernikah...