Kota Jambi, Minggu 31 Maret 2024
Pernah membaca tulisan " didiklah anak pada zamannya ". Artinya semakin waktu berputar, dunia akan semakin maju dan berkembang. Teknologi akan semakin canggih. Jadi, tidak ada lagi didikan nenek moyang kecuali untuk adab dan perilaku dengan sopan santun.
Menurut saya, didik anak pada zamannya. Artinya mendidiknya mengikuti perkembangan zaman. Bila zaman nya sudah android atau iPhone, tidak perlu dikenalkan lagi dengan telepon rumah. Masih ingat dizaman saya, menggunakan telepon rumah. Pernah ada telepon rumah di perumahan guru dengan nomor 64196, nomor telepon rumah nenek 32439, nomor telepon KKP 22480, ada nomor telepon keluarga 24890, 54138. Bila sekarang sudah ada nomor SIM. Sudah tidak bisa paralel ya, artinya bisa mendengar apalagi sampai bisa tahu isi komunikasi kecuali untuk pihak yang berwenang. Karena ini negara Indonesia bukan hutan rimba.
Saya bukan tipe yang suka gonta ganti nomor hp bila tidak menguntungkan buat saya, artinya saya perlu nomor SIM itu karena apa. Sebab saya jarang mau mengangkat telepon bila tidak diberitahukan dahulu, tujuan nya menelpon untuk apa. Apalagi WA saya sekarang tidak bisa menerima telepon. Lebih suka terima pesan WA saja jadi lebih jelas untuk dibaca berulang-ulang.
Dari pengalaman yang sudah saya lalui, memang bisa aplikasi disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab ? Dengan tujuan dan maksud apa dan untuk kepentingan apa. Sampai tidak bisa menghubungi pihak berwajib itu bagi saya kesalahan fatal karena apa guna POLRI di Indonesia ? Bukan Spiderman apalagi Betmen ya, karena manusia sempurna yang berprofesi sebagai polisi. Jadi, dalam pemikiran saya. Aplikasi apapun yang diizinkan untuk bisa digunakan oleh WNI pasti ada manfaatnya. tentunya bila ada yang menyalahgunakan, yang mempunyai wewenang pasti lebih dulu mengetahui dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan.
Semoga saja kedepannya, Indonesia bisa semakin sejahtera karena tahu siapa yang layak dan pantas untuk menjadi pemimpin negara. Jadi, seluruh WNI merasakan keadilan sosial tanpa harus pandang harta, tahta dan jabatan. Bila saya menjadi pejabat daerah, saya malu kepada Allah SWT bila tidak bisa amanah, jujur dan adil kepada warga daerahnya. Apalagi dalam menentukan WNI mana yang masuk kriteria untuk bisa ikut berpartisipasi dalam memajukan dan mensejahterakan daerahnya sebagai PNS atau PPPK. Pernah terpikir saja, untuk pejabat daerah yang masih berani KKN apalagi dalam bentuk uang. Bila mati muat tidak uangnya ikut dikubur didalam kuburan dengan ukuran 2x2 meter. Jadi, stop KKN karena imbasnya ke diri sendiri dan keluarga yang juga ikut menikmati. Ingat saja filosofi angka 8. Bangkrut bagi saya, tidak bisa menikmati waktu dengan tenang dan tentram sampai bisa melalaikan kewajiban sebagai hamba Allah SWT yang hanya disuruh untuk beribadah.
Salam profesi,
Apoteker Try.
No comments:
Post a Comment
Silahkan ketik sambil senyum ya