Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Meningkatkan pengetahuan obat, menjamin peresepan yang rasional, dan mengurangi kesalahan pengobatan.
Menurut WHO, pengobatan yang rasional adalah suatu keadaan dimana pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dengan dosis, cara pemberian dan durasi yang tepat, dengan cara sedemikian rupa sehingga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses pengobatan dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi mereka dan masyarakat pada umumnya.
Bila definisi WHO tersebut diterjemahkan, maka ”meningkatkan kepatuhan” berarti bahwa pemberian pengobatan harus disertai dengan pemberian informasi yang memadai. Dengan kata lain, informasi obat dan pengobatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses terapi rasional.
Dalam proses penyerahan obat, ada delapan langkah penting yang harus dilakukan untuk menjamin terlaksananya penyerahan obat yang benar kepada pasien dari petugas penyerah obat. Setiap langkah membawa tanggungjawab dan atau pertimbangan yang penting untuk dilakukan.
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa pemberi resep telah melakukan diagnosis yang benar serta memilih obat yang benar dan regimen yang tepat, serta pasien mempunyai akses terhadap apotek.
Langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Petugas penyerah obat menerima resep yang benar dari pasien atau pemberi resep (secara tertulis atau lisan) dan melakukan pengkajian resep terhadap antara lain :Originalitas (keaslian) resep. Jika diperlukan komunikasi dengan pemberi resep untuk resep yang meragukan dan tidak jelas.
Petugas penyerah obat membaca resep dengan benar dan memeriksa ketepatan instruksi yang tertulis pada resep, terhadap : Nama obat, Dosis, cara dan lama pemberian. Ketersediaan obat. Petugas penyerah obat kemudian mencari obat di tempat penyimpanannya.
Obat yang diresepkan tersedia dalam kondisi layak pakai (tidak kadaluarsa atau rusak). Petugas penyerah obat harus : Menjamin obat disimpan pada tempat yang benar, Memeriksa tanggal kadaluarsa dan melakukan proses FIFO (First in First Out), Melakukan proses periksa dan periksa ulang (jika memungkinkan) terhadap ketepatan nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat yang diberikan.
Petugas penyerah obat harus memiliki pengetahuan obat dan cara penggunaan obat yang tepat dan dapat pula melakukan hal berikut : Penyiapan obat dengan tepat, Pengecekan kembali terhadap jenis obat dan dosis.
Petugas penyerah obat harus mengkomunikasikan kepada pasien cara yang tepat untuk menggunakan obat melalui informasi mengenai : Etiket obat yang mencantumkan informasi mengenai nama pasien, nama obat, petunjuk penggunaan obat, tanggal pemberian obat, identitas pemberi resep, dan identitas petugas penyerah obat. Instruksi berupa simbol, untuk pasien yang buta huruf. Pemberian label/etiket informasi tambahan untuk obat.
Pasien mengerti terhadap instruksi dari petugas penyerah obat. Petugas penyerah obat harus ; Mengulang secara lisan, instruksi yang tertulis pada etiket, jika memungkinkan dalam bahasa yang jelas dan lugas, yang dimengerti oleh pasien. Meminta pasien untuk mengulang instruksi yang diberikan. Menekankan kebutuhan terhadap adanya kepatuhan. Menginformasikan peringatan dan perhatian terkait penggunaan obat. Memberikan perhatian khusus terhadap kondisi tertentu seperti wanita hamil, pasien yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, buta huruf, anak dan pasien lansia dan pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat.
Yakinkan pasien untuk mematuhi instruksi dari terapi
Untuk meningkatkan kepatuhan, pemberian obat harus disertai dengan pemberian informasi yang memadai. Komunikasi dengan pasien atau keluarganya seringkali menemui hambatan, sehingga pasien gagal untuk mengikuti petunjuk pengobatan. Berikut ini beberapa kemungkinan penyebab yang telah teridentifikasi:
Ada kesenjangan antar pemberi dan penerima informasi, baik dalam penggunaan bahasa, cara penuturan, ataupun cara pendekatan.
Waktu untuk memberikan informasi terbatas.
Pemberi informasi tidak berhasil menarik perhatian atau keterbukaan pasie/keluarganya.
Informasi yang diberikan tidak diartikan secara benar, atau tidak dimengerti.
Petunjuk yang diberikan tidak dipahami.
Petunjuk yang diberikan tidak disepakati.
Petunjuk yang diberikan tidak dapat dilaksanakan.
Petunjuk diberikan secara tidak lengkap.
Hal-hal yang harus dikerjakan terlupa.
Pasien tidak suka diajak berdiskusi.
Pasien/keluarga merasa sudah mengetahui.
Keyakinan pasien/keluarganya sulit diubah.
Tidak tersampaikannya informasi secara baik, mutlak menjadi tanggung jawab apoteker atau petugas penyerah obat lainnya, walaupun hambatannya mungkin ada di pihak penerima. Untuk itu, perlu diwaspadai kemungkinan adanya hambatan diatas, agar dapat segera diantisipasi.
Petugas penyerah obat melakukan pendokumentasian terhadap langkah yang dilakukan, yaitu:
Memasukkan detil informasi pada profil pengobatan pasien.
Memasukkan data resep.
Melengkapi data inventori.
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu
dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB,
DM, AIDS, epilepsi). Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin). Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis Obat. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three
Prime Questions, yaitu:
- Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat
Anda?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan Obat. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan
pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan
dalam konseling.